Rabu, 15 Maret 2017

KPR BTN SYARIAH (KREDIT BERMASALAH)



KPR BTN SYARIAH (KREDIT BERMASALAH)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Resiko
Dosen Pengampu: Gita Danupranata



Disusun Oleh:
               Muhammad Taufik        20140730020
               Nistriannisa Latifa         20140730025
               Yuniar Dwi Astuti          20140730026
               Neneng Marlina             20140730031
               Ririn Windiananti           20140730035      


EKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
A.    KASUS :
Nasabah x mengajukan permohonan KPR BTN Syariah cabang Jakarta Pusat dengan data sbb :
Harga rumah         : Rp 300.000.000
Uang muka            : Rp 60.000.000
KPR                      : Rp 240.000.000
Jangka Waktu       : 10 Tahun
Pada saat pengajuan nasabah x bekerja di perusahaan asing dengan gaji Rp 12.000.000 per bulan. Biaya hidup Rp 3.000.000 perbulan. Analisa AO KPR BTN Syariah melakukan analisa dengan ketentuan yang berlaku pada saat itu, yaitu :
Margin 10 tahun    : 10% p.a
Uang Muka Minimal         : 20% dari harga rumah
      Setelah dilakukan perhitungan, angsuran perbulan untuk pembiayaan KPR adalah sebesar Rp. 4.000.000 sedangkan penghasilan bersih nasabah X adalah sebesar Rp. 9.000.000 sehingga permohonan nasabah X dapat di setujui (karena angsuran hanya 44,44% dari penghasilan bersih). Setelah berjalan 3 tahun nasabah X tersebut menunggak angsuran.

B.     KAJIAN TEORITIK
1.      Permasalahan, Condition of Economic
Condition of Economic adalah keadaan perekonomian nasabah. Permasalahan mengenai condition of economic erat kaitannya dengan faktor politik, peraturan perundang-undangan negara dan perbankan pada saat itu, serta keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran seperti gempa bumi, tsunami, longsor dan sebagainya.
2.      Solusi, Alih nasabah atau novasi
Kebijakan ini merupakan salah satu cara dari restructuring, kebijakan ini diberikan jika nasabah mengalami kesulitan melanjutkan pembayaran angsuran dan untuk mengatasinya nasabah mengalihkan kewajiban kepada pihak lain (calon nasabah baru) atau jika nasabah yang lama sulit dihubungi (menghilang) maka bank berhak mewakili setelah ada keputusan dari pengadilan agama.

C.    ANALISIS:
Hal yang pertama kali pihak bank lakukan adalah melakukan pembinaan terhadap nasabah dengan cara mengirim surat peringatan tunggakan angsuran. Karena tidak di respon, pihak bank mendatangi rumah nasabah x tersebut. Ternyata nasabah tersebut memiliki masalah yaitu dia sudah di PHK dari termpat bekerjanya di perusahaan batu bara milik asing yaitu PT Aceh Mineral Gemilang yang berlokasi di Nagan Raya, Aceh sehingga mengakibatkan nasabah X tidak memiliki kemampuan untuk membayar angsuran KPR nya kepada Bank. Nasabah tidak dapat memastikan kapan ia akan mendapatkan pekerjaan baru dan mampu untuk melunasi angsurannya di bank.
Setelah ditelusuri mengapa ia dipecat dari perusahaan tersebut satu tahun yang lalu (2014) ternyata ini berkaitan dengan instruksi Gubernur Aceh no 11/INSTR/2014 mengenai moratorium izin usaha pertambangan mineral logam dan batu bara. Hal ini berdampak pada pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) logam dan batu bara. Karena perusahaan tersebut dianggap melanggar aturan merusak hutan Aceh dan melakukan kejahatan lingkungan.
Setelah perusahaan ditutup pada tahun 2014 dan nasabah X menganggur ia masih dapat melalukan angsuran secara teratur selama satu tahun dengan menggunakan uang pesangon dari perusahaan tersebut. Tetapi pada tahun 2015 uang pesangon yang diberikan oleh perusahaan itu telah habis sehingga ia tidak bisa membayar sisa angsuran pada BTN Syariah cabang Jakarta sehingga terjadi kredit macet.
Berdasarkan kasus tersebut hal ini masuk ke dalam salah satu analisis 5C yaitu Condition of Economic. Permasalahan mengenai condition of economic erat kaitannya dengan faktor politik, peraturan perundang-undangan negara dan perbankan pada saat itu, serta keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran seperti gempa bumi, tsunami, longsor dan sebagainya. Dalam hal ini kasus kredit macet karena nasabah X dipecat bukanlah karena kesalahan nasabah tetapi karena perusahaan asing tempat nasabah tersebut bekerja bermasalah sehingga harus tutup atas peraturan Gubernur Aceh.
Oleh karena itu, melihat kondisi nasabah akhirnya Bank memberikan solusi untuk melakukan alih nasabah (novasi) di mana nasabah menjual rumah tersebut kepada calon nasabah baru untuk melunasi pembiayaan KPR pada BTN Syariah cabang Jakarta, dengan syarat-sayarat :
1.      Nasabah X mengajukan surat permohonan secara tertulis ke bank BTN Syariah cabang Jakarta Pusat.
2.      Telah ada calon nasabah pengganti yang memenuhi syarat sebagai pemohon pembiayaan perorangan.
3.      Telah ada kesepakatan antara nasabah lama atau bank dengan calon nasabah pengganti dalam hal harga, pembayaran uang muka, penanggung biaya-biaya, jangka waktu dan lain-lain.
4.      Biaya-biaya yang berkaitan dengan alih nasabah atau novasi yang berhubungan dengan bank (biaya notaris, biaya asuransi dan lain-lain) merupakan bban nasabah pengganti.
5.      Bukti kepemilikan telah terbit atas nama nasabah lama.
6.      Apabila bukti kepemilikan atas nama nasabah lama belum terbit akan dibicarakan dengan notaris, baru kemudian dapat dilaksanakan alih nasabah atau novasi
7.      Akta-akta yang harus dibuat meliputi:
a)      Akad pembiayaan baru dengan nasabah baru (pengganti, sehingga muncul nomor nasabh baru.
b)      Akta Notaris tentang Akta Pengakuan Utang yang dibuat nasabah baru.
c)      Akta notaris tentang Akta Kuasa Menjual.
d)     Akta SKMHT yang dibuat nasabah baru.
e)      Akta Jual Beli.
f)       Akta Pengalihan Utang Dan Jaminan.
 Sebenarnya Bank bisa saja memberikan kebijakan berupa penambahan maupun penundaan jangka waktu pembayaran kepada nasabah, namun saat ini nasabah sendiri tidak memiliki penghasilan dan tidak bisa memastikan kapan ia akan mendapatkan pekerjaan baru. Oleh karena itu kebijakan yang Bank ambil sudah sesuai dengan prosedur. Melihat kondisi nasabah yang memang tidak memungkinkan untuk dapat melanjutkan dan melunasi angsuran KPR. Jadi alih nasabah (novasi) merupakan langkah terakhir yang diambil oleh Bank dalam mengatasi pembiayaan (kredit) macet.

D.    KESIMPULAN
Nasabah X mengalami kredit macet KPR setelah 3 tahun berjalan di BTN Syariah Cabang Jakarta Pusat, hal ini dikarenakan condition of economic dimana nasabah tersebut di PHK dari perusaahaan batu bara tempat ia bekerja di kawasan Nagan Raya, Aceh dikarenakan perusahaan ersebut dianggap melanggar aturan dan merusak hutan serta melakukan kejahatan lingkungan sehingga di moratorium oleh Gubernur Aceh dan dicabut Ijin Usaha Pertambangan (IUP) nya. Penyelesaian dari kasus ini adalah pihak bank melakukan novasi/alih nasabah kepada nasabah baru sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

E.     SARAN
Dalam kasus ini, akan lebih baik jika Bank lebih teliti lagi dalam menganalisis keadaan perusahaan dimana nasabahnya bekerja. Yang harus di analisis oleh bank terhadap perusahaan tersebut meliputi keadaan keuangan perusahaan, bagaimana reputasi perusahaan dan apakah perusahaan tersebut sudah memiliki izin usaha yang resmi atau belum.  Hal-hal tersebut perlu diperhatikan oleh pihak Bank supaya nantinya tidak terjadi masalah antara bank dengan nasabah.
Untuk nasabah sendiri akan lebih baik jika dia menyatakan kondisi ekonominya secara jujur kepada pihak Bank, seperti pendapatan per bulan, keadaan ekonomi pribadi, dimana tempat bekerja dan bagaimana keadaan perusahaan tempat nasabah tersebut bekerja. Dengan begitu dari awal nasabah mengajukan pembiayaan Bank akan lebih mempertimbangkan lagi, layak atau tidaknya nasabah tersebut diberi pembiayaan.

Rabu, 15 Februari 2017

SURAT EDARAN BI (MANAJEMEN RESIKO)



SURAT EDARAN BI
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen Resiko
Dosen Pengampu Gita Danupranata




KELOMPOK 6 :
Nistriannisa Latifa                 (20140730025)
Yuniar Dwi Astuti                  (20140730026)
Neneng Marlina                     (20140730031)
Ririn Windiananti                  (20140730035)
Muhammad Taufik               (20140730020)


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS AGAMA ISLAM
EKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM
2016






Peraturan
:​
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Prope​rti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor​
Berlaku​
​:
​Sejak tanggal 30 September 2013​
 ​
SE ini menginduk pada PBI tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan PBI tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Pokok-pokok pengaturan dalam SE adalah sebagai berikut:
  1. Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV) berlaku untuk :
    1. Kredit/Pembiayaan Pemilikan Properti (KPP/KPP iB), meliputi KPR/KPR iB, KPRS/KPRS iB, KPRukan/KPRukan iB, dan KPRuko/KPRuko iB; dan
    2. Kredit/Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti (KKBP/KKBP iB).
  2. Pengaturan mengenai LTV atau FTV dikecualikan terhadap KPP atau KPP iB dalam rangka pelaksanaan Program Perumahan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. LTV dan FTV ditetapkan paling tinggi sebagaimana tersaji dalam tabel berikut :  


  1. Penentuan urutan fasilitas kredit/pembiayaan dalam perhitungan LTV/FTV harus memperhitungkan seluruh fasilitas KPP/KPP iB dan KKBP/KKBP iB yang telah diterima debitur/nasabah di bank yang sama maupun bank lainnya.

  1. Dalam hal perjanjian KPP/KPP iB antara Bank dan debitur/nasabah mengikat lebih dari 1 (satu) unit Properti pada saat bersamaan dan/atau beberapa perjanjian KPP/KPP iB terhadap beberapa Properti yang dilakukan pada tanggal yang sama, Bank wajib menetapkan urutan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan urutan nilai agunan dimulai dari nilai agunan yang paling rendah.

  1. Pengaturan atas hal-hal yang harus dipenuhi Bank dalam rangka melaksanakan pengaturan LTV/FTV, antara lain persyaratan dokumen, perlakuan debitur suami dan istri, dan penerapan prinsip kehati-hatian berupa pengaturan top up kredit atau pembiayaan baru berdasarkan Properti yang masih menjadi agunan dari fasilitas KPP iB sebelumnya.

  1. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian fasilitas KPP/KPP iB jika Properti yang dijadikan agunan belum tersedia secara utuh dimana fasilitas tersebut hanya dapat diberikan untuk fasilitas KPP/KPP iB pertama dan harus memenuhi persyaratan lainnya dalam rangka prinsip kehati-hatian.

  1. Pengaturan minimum down payment (DP) untuk kredit/pembiayaan kendaraan bermotor yaitu 25% untuk kendaraan bermotor roda dua, 30% untuk kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan non produktif, dan 20% untuk kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif.

  1. Penerapan prinsip kehati-hatian berupa larangan pemberian kredit/pembiayaan untuk uang muka atau down payment.